Pasal 1
5. Pos pengawasan pabean adalah tempat yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor.
14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
15a. Bea keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini yang dikenakan terhadap barang ekspor.
Pasal 2
(2) Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan barang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam daerah pabean.
Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 pasal yaitu:
Pasal 2A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2A
(1) Terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar.
(2) Bea keluar dikenakan terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk:
- a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
- b. melindungi kelestarian sumber daya alam;
- c. mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau
- d. menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri.
BAB II
PENGANGKUTAN BARANG, IMPOR, DAN EKSPOR
(1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari:
- a. luar daerah pabean; atau
- b. dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean, wajib memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut ke kantor pabean tujuan sebelum kedatangan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut darat.
Pasal 8B
(1) Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk impor atau ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa yang jumlah dan jenis barangnya didasarkan pada hasil pengukuran di tempat pengukuran terakhir dalam daerah pabean.
(2) Pengiriman peranti lunak dan/atau data elektronik untuk impor atau ekspor dapat dilakukan melalui transmisi elektronik.
Pasal 9A
(1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat menuju:
- a. ke luar daerah pabean;
- b. ke dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain di dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean, wajib menyerahkan pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut.
Paragraf 1
Pembongkaran, Penimbunan, dan Pengeluaran
Pasal 10A
(7) Barang impor dapat dikeluarkan dari kawasan pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (6) setelah dipenuhinya kewajiban pabean untuk:
- a. diimpor untuk dipakai;
- b. diimpor sementara;
- c. ditimbun di tempat penimbunan berikat;
- d. diangkut ke tempat penimbunan sementara di kawasan pabean lainnya;
- e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atau
- f. diekspor kembali.
Paragraf 3
Impor Sementara
Pasal 10D
(1) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jika pada waktu importasinya benar-benar dimaksudkan untuk diekspor kembali paling lama 3 (tiga) tahun.
(2) Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali berada dalam pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Barang impor sementara dapat diberikan pembebasan atau keringanan bea masuk.
(4) Barang impor sementara yang diberikan keringanan bea masuk, setiap bulan dikenai bea masuk paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
(5) Orang yang terlambat mengekspor kembali barang impor sementara dalam jangka waktu yang diizinkan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
(6) Orang yang tidak mengekspor kembali barang impor sementara dalam jangka waktu yang diizinkan wajib membayar bea masuk dan dikenai sanksi administrasi berupa denda 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
25. Judul BAB II Bagian Ketiga diubah sehingga BAB II Bagian Ketiga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Ketiga
Ekspor
27. Di antara Pasal 11 dan BAB III disisipkan 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 11A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 11A
(1) Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan pemberitahuan pabean.
(2) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan terhadap barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.
(3) Pemuatan barang ekspor dilakukan di kawasan pabean atau dalam hal tertentu dapat dimuat di tempat lain dengan izin kepala kantor pabean.
(4) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara atau tempat lain dengan izin kepala kantor pabean.
(5) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika ekspornya dibatalkan wajib dilaporkan kepada pejabat bea dan cukai.
(6) Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Bagian Keempat
Bea Masuk Pembalasan
Pasal 23C
(1) Bea masuk pembalasan dikenakan terhadap barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.
38. Ketentuan Pasal 25 ayat (2) dihapus dan ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diubah sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) Pembebasan bea masuk diberikan atas impor:
- a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
- b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
- c. buku ilmu pengetahuan;
- d. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
- e. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam;
- f. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
- g. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
- h. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
- i. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
- j. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
- k. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
- l. barang pindahan;
- m. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu;
- n. obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;
- o. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian;
- p. barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor;
- q. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan.
Pasal 26
(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor:
k. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
Pasal 27
(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas:
c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai;
Pasal 32
(2) Pengusaha tempat penimbunan sementara dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di tempat penimbunan sementaranya:
- a. musnah tanpa sengaja;
- b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara; atau
- c. telah dipindahkan ke tempat penimbunan sementara lain, tempat penimbunan berikat atau tempat penimbunan pabean.
Pasal 49
Importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan wajib menyelenggarakan pembukuan.
BAB X
LARANGAN DAN PEMBATASAN IMPOR ATAU EKSPOR, PENANGGUHAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG HASIL PELANGGARAN HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL, DAN PENINDAKAN ATAS BARANG YANG TERKAIT DENGAN TERORISME DAN/ATAU KEJAHATAN LINTAS NEGARA
57. Ketentuan Pasal 53 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada Menteri.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
(3) Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan importir atau eksportir:
- a. dibatalkan ekspornya;
- b. diekspor kembali; atau
- c. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 54
Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta, ketua pengadilan niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat bea dan cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia.
68. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 78
Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut Undang-Undang ini yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain.
Pasal 82
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan pabean atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan pabean diserahkan.
(2) Pejabat bea dan cukai berwenang meminta importir, eksportir, pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa.
(3) Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:
- a. pejabat bea dan cukai berwenang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas risiko dan biaya yang bersangkutan; dan
- b. yang bersangkutan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
71. Ketentuan Pasal 85 ayat (1) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yaitu ayat (3) sehingga Pasal 85 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 85
(1) Pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan impor atau ekspor setelah pemberitahuan pabean yang telah memenuhi persyaratan diterima dan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan pemberitahuan pabean.
(2) Pejabat bea dan cukai berwenang menunda pemberian persetujuan impor atau ekspor dalam hal pemberitahuan pabean tidak memenuhi persyaratan.
(3) Pejabat bea dan cukai berwenang menolak memberikan pelayanan kepabeanan dalam hal orang yang bersangkutan belum memenuhi kewajiban kepabeanan berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 102A
Setiap orang yang:
- a. mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean;
- b. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor;
- c. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3);
- d. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean; atau
- e. mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1) dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 109
(1) Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 103 huruf d, atau Pasal 104 huruf a, barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102A, atau barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102D yang berasal dari tindak pidana, dirampas untuk negara.
(2) Sarana pengangkut yang semata-mata digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A, dirampas untuk negara.
(2a) Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102D, dapat dirampas untuk negara.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar